SELF-CONCEPT
Pengertian
Konsep
diri adalah bagaimana seseorang memandang dirinya sendiri yang kadang-kadang
akan berbeda dari pandangan orang lain. Konsep diri konsumen terbagi ke dalam 4
dimensi, yaitu bagaimana mereka sesungguhnya melihat dirinya sendiri, bagaimana
mereka ingin melihat diri mereka sendiri, bagaimana sesungguhnya orang lain
melihat diri mereka, dan bagaimana mereka ingin orang lain melihat diri mereka.
Bagaimana
konsumen memandang diri mereka dapat menjadi dorongan yang kuat pada perilaku
mereka di pasar sehingga pemasar dapat menggunakan konsep diri ini dalam
merancang strategi pemasaran, misalnya dalam menciptakan merek atau produk
baru.
Extended
self merujuk pada kecenderungan seseorang untuk mendefinisikan dirinya sendiri
berdasarkan kepemilikannya (possession). Kepemilikan yang dimaksud di sini
tidak harus sesuatu yang besar, seperti rumah atau mobil, tetapi dapat berupa
benda-benda kecil, seperti pigura. Penelitian memperlihatkan, konsumen
cenderung untuk memilih produk atau merek yang sesuai dengan dirinya atau
dengan apa yang ingin dicapainya sebagai manusia. Lebih banyak wanita daripada
pria yang menganggap bahwa produk yang mereka gunakan mencerminkan
kepribadiannya sendiri.
Pemasar
sebaiknya mengembangkan citra produk sedemikian rupa sehingga sesuai dengan
konsep diri yang dianut oleh konsumen. Meskipun konsep diri yang dimiliki
seseorang bersifat sangat unik, ada kemungkinan konsep diri antar individu
memiliki beberapa kemiripan.
Konsep diri dapat dibagi menjadi 4
bagian :
1. Konsep
diri Aktual (Contoh : Siapa saya
sekarang ?)
2. Konsep
diri Ideal (Contoh : Ingin seperti
apa saya ?)
3. Konsep
diri Pribadi (Contoh : Saya Bagaimana
ya orangnya ?)
4. Konsep
diri Sosial (Contoh : Bagaimana
pendapat orang lain tentang saya ?)
Dimension of Self-Concept
|
Actual Self-Concept
|
Ideal Self-Concept
|
Private Self
|
Bagaimana sesungguhnya mereka melihat dirinya sendiri
|
Bagaimana mereka ingin melihat diri mereka sendiri
|
Social Self
|
Bagaimana sesunggunya orang lain melihat diri mereka
|
Bagaimana mereka ingin orang lain melihat diri mereka
|
Interdependent/Independent
Self-Concepts
Dalam
pembahasan lebih lanjut, konsep diri dibagi ke dalam 2 kategori, yaitu konsep
diri yang bersifat independent dan interdependent. Hal ini biasa juga disebut
dengan separateness dan connectedness. Konsep diri independent didasarkan pada
budaya barat yang menganggap bahwa tiap individu benar-benar terpisah. Konsep
diri independent menekankan pada hal-hal, seperti tujuan pribadi,
karakteristik, pencapaian dan keinginan. Mereka yang memiliki konsep diri
kategori ini akan cenderung individualis, egocentric, dan mengandalkan pada
diri sendiri.
Di
sisi yang lain, terdapat konsep diri yang bersifat interdependent. Kategori ini
didasarkan pada budaya Asia yang mempercayai adanya keterkaitan antartiap
manusia. Konsep diri ini menekankan pada hal-hal seperti keluarga, budaya,
hubungan sosial, dan sebagainya. Mereka yang memiliki konsep diri ini cenderung
taat terhadap peraturan, sociocentric, memiliki keterkaitan tinggi dengan
lingkungannya, dan berorientasi pada hubungan .
Pengkategorian
konsep diri ini tidak selalu bersifat mutlak. Masing-masing berada di ujung
ekstrem suatu dimensi, dan masih memungkinkan seorang individu memiliki konsep
diri yang berada di posisi antara keduanya. Perbedaan konsep diri telah
terbukti mempengaruhi perilaku konsumen, seperti pesan-pesan yang dapat dicerna
oleh konsumen, konsumsi produk-produk mewah, dan jenis maupun merek produk yang
terpilih dan dibeli oleh konsumen. Para pemasar sering menggunakan pemahaman
akan peran konsep diri dalam menerapkan strategi pemasaran. Contohnya, dalam
sebuah iklan yang menampilkan kesan kebersamaan
atau kekeluargaan akan lebih efektif bagi konsumen yang memiliki konsep diri
interdependent.
Konsep
diri sangat penting di semua kebudayaan. Bagaimanapun, aspek tersebut sangat
bernilai dan penting dalam mempengaruhi niat konsumsi dan kebiasaan lain dalam
kebudayaan yang berbeda-beda. Independent Self-Concept adalah mengenai tujuan
pribadi, karakteristik, keinginan dan pencapaian. Sedangkan Interdependent
Self-Concept adalah mengenai keluarga, budaya, hubungan sosial serta profesi.
Interdependent
Self-Concepts:
- o hal yang paling penting dan mendasar adalah rasa keterikatan dengan orang lain
- o Penting bagi mereka untuk menjaga hubungan yang harmonis dengan orang lain
- o individu ini memiliki rasa kekeluargaan yang sangat kuat
- o Sebegitu pentingnya arti orang lain bagi mereka sehingga bisa mempengaruhi mereka dalam mengambil keputusan-keputusan penting.
Independent
Self-Concepts
- o Menjadi individu yang mandiri, bebas dari orang lain dan bebas mengekspresikan diri mereka
- o penting menjadi individu yang independen dari pengaruh orang lain
- o apapun yang mereka lakukan memang berdasarkan kemauan mereka sendiri, pemikiran mereka sendiri, dan apa yang mereka rasakan sendiri, bukan dari keinginan orang lain.
- o Setiap individu nantinya dapat memaksimalkan potensi diri dan dapat melakukan apa saja untuk mengejar aktualisasi diri sesuai dengan atribusi internal yang dimilikinya.
Possessions and the Extended Self
Dalam
pembahasan mengenai konsep diri, dikenal sebuah teori yang dikemukakan oleh
Belk yang disebut dengan extended self. Istilah tersebut merujuk pada
kecenderungan seseorang untuk mendefinisikan dirinya sendiri berdasarkan
kepemilikannya (possession). Kepemilikan yang dimaksud di sini tidak harus
sesuatu yang besar, seperti rumah atau mobil. Namun, bisa berupa benda-benda
kecil, seperti pigura, hewan peliharaan ataupun panci untuk memasak. Suatu
produk dapat menjadi bagian dari extended self karena digunakan selama suatu
periode waktu tertentu dan meninggalkan kenangan maupun nilai tertentu pada
diri pengguna.
Sebagai
contoh, sebuah kalung emas yang dibeli 20 tahun yang lalu dan telah digunakan
selama periode waktu tersebut sehingga telah melekat dan memberi arti khusus
bagi si pemakai.
Faktor
lain yang dapat menyebabkan suatu produk menjadi bagian dari extended self adalah
adanya peak experience dengan produk tersebut, yaitu sebuah pengalaman yang
ditandai dengan keberadaan perasaan yang lebih dari biasanya, baik itu perasaan
senang, ketegangan, pencapaian dan sebagainya. Produk tersebut, misalnya
produk-produk yang diperoleh atau digunakan saat melalui perubahan besar dalam
hidup, seperti pernikahan, kematian, perceraian, dan sebagainya. Sebuah skala
yang mengukur sejauh mana suatu produk terlibat dalam extended self telah
diciptakan dalam bentuk skala Likert.
Beberapa
produk memiliki arti substansial bagi beberapa individu tertentu. Dalam hal ini
artinya seseorang pasti memiliki suatu barang yang sangat dia favoritkan.
Barang tersebut mencerminkan konsep diri mereka dan selera mereka.
Kepemilikan
terhadap suatu produk bisa saja mempengaruhi sikap seseorang terhadap produk
tersebut tanpa adanya efek extended self. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya
mere ownership effect atau juga sering disebut dengan endowment effect, artinya
kecenderungan pemilik untuk memberikan penilaian terhadap produk yang lebih
baik daripada mereka yang bukan pemilik. Ada kecenderungan seseorang akan lebih
menyukai produk tersebut setelah memilikinya selama sekian waktu.
Konsep
extended self dan mere ownership effect memiliki banyak implikasi bagi strategi
pemasaran. Salah satunya adalah komunikasi yang menyebabkan konsumen
memvisualisasikan kepemilikan atas suatu produk yang menyebabkan penilaian
terhadap produk yang lebih baik. Selain itu, uji coba terhadap produk dan
pemberian sampel produk pada konsumenj juga dapat memberikan efek serupa.
Measuring Self-Concept
Manusia
sering kali berusaha untuk mempertahankan actual self-concept dan ingin
mencapai ideal self-concept salah satunya melalui pembelian dan penggunaan
barang, jasa dan media. Produk dan merek memiliki nilai simbolik tersendiri di
mata konsumen. Konsumen mengevaluasinya berdasarkan konsistensi dengan
pandangan terhadap dirinya sendiri.
Berdasarkan
penelitian, konsumen cenderung untuk memilih produk atau merek yang sesuai
dengan dirinya atau dengan apa yang ingin dicapainya sebagai manusia. Hal ini
terutama berlaku bagi kaum wanita. Lebih banyak wanita daripada pria yang
menganggap bahwa produk yang mereka gunakan mencerminkan kepribadiannya
sendiri.
Menggunakan
konsep diri dalam marketing membutuhkan sesuatu yang dapat diukur. Hal yang
sering digunakan sebagai tolak ukur adalah menggunakan Semantic Differential.
Skala Perbedaan Semantik (Semantic Differential) dikembangkan oleh C.E Osgood,
Suci dan Tannenbaum dengan maksud untuk mengukur pengertian suatu obyek atau
konsep oleh seseorang. Responden diminta untuk menilai suatu obyek atau konsep,
(misalnya: sekolah, guru, pelajaran dan sebagainya).
Using Self-Concept to Position
Products
Masyarakat
berusaha untuk mendapatkan konsep diri yang ideal bagi diri mereka
masing-masing. Contohnya seseorang meminum Diet Cola karena dia ingin terlihat
sedang melakukan diet.
- o Seorang individu memiliki konsep diri
- o Konsep diri merupakan nilai dari seorang individu
- o Karena konsep diri berharga, maka setiap individu akan berjuang untuk mempertahankan konsep dirinya
- o Produk-produk tertentu dapat menjadi simbol sosial bagi yang memiliki produk tersebut
- o Pemakaian produk sebagai simbol memberikan arti kepada diri sendiri dan orang lain, yang berakibat kepada private dan social self-concept masing-masing individu
- o Hasilnya, seorang individu menggunakan produk, jasa, dan media untuk mempertahankan atau memperkuat konsep diri yang diinginkannya
Marketing Ethics and the
Self-Concept
Konsep
diri memiliki banyak dimensi. Pemasar telah dikritik karena terlalu fokus pada
bentuk dan kemasan produk. Padahal tidak semua orang suka dengan desain
kemasannya, dan kemasan tersebut tidak cocok dengan gaya orang di lingkungan
tersebut. Para kritikus berpendapat bahwa kekhawatiran ini mengarah individu
untuk mengembangkan konsep diri yang sangat bergantung pada penampilan fisik
mereka daripada atribut lain yang lebih penting. Pertanyaan etika disini sangat
kompleks. Tidak ada satupun iklan atau perusahaan yang pernah memperdulikan
etika pemasaran sebelumnya yang akhirnya berdampak pada kurang efektifnya iklan
dan biaya iklan yang dikeluarkan.
LIFESTYLE
Gaya
hidup merupakan pola hidup yang menentukan bagaimana seseorang memilih untuk
menggunakan waktu, uang dan energi dan merefleksikan nilai-nilai, rasa, dan
kesukaan. Gaya hidup adalah bagaimana seseorang menjalankan apa yang menjadi
konsep dirinya yang ditentukan oleh karakteristik individu yang terbangun dan terbentuk
sejak lahir dan seiring dengan berlangsungnya interaksi sosial selama mereka
menjalani siklus kehidupan.
Konsep
gaya hidup konsumen sedikit berbeda dari kepribadian. Gaya hidup terkait dengan
bagaimana seseorang hidup, bagaimana menggunakan uangnya dan bagaimana
mengalokasikan waktu mereka. Kepribadian menggambarkan konsumen lebih kepada
perspektif internal, yang memperlihatkan karakteristik pola berpikir, perasaan
dan persepsi mereka terhadap sesuatu.
Gaya
hidup yang diinginkan oleh seseorang mempengaruhi perilaku pembelian yang ada
dalam dirinya, dan selanjutnya akan mempengaruhi atau bahkan mengubah gaya
hidup individu tersebut.
Berbagai
faktor dapat mempengaruhi gaya hidup seseorang diantaranya demografi,
kepribadian, kelas sosial, daur hidup dalam rumah tangga. Kasali (1998)
menyampaikan beberapa perubahan demografi Indonesia di masa depan, yaitu
penduduk akan lebih terkonsentrasi di perkotaan, usia akan semakin tua,
melemahnya pertumbuhan penduduk, berkurangnya orang muda, jumlah anggota keluarga
berkurang, pria akan lebih banyak, semakin banyak wanita yang bekerja,
penghasilan keluarga meningkat, orang kaya bertambah banyak, dan pulau Jawa
tetap terpadat.
Hubungan
antara gaya hidup dan konsep diri ditunjukkan dalam sebuah studi baru-baru ini
yang membandingkan berbagai gaya hidup yang berhubungan dengan kegiatan, minat
dan perilaku mereka yang saling independen versus interindependen konsep diri.
Independen lebih cenderung untuk mencari petualangan dan kegembiraan melalui
perjalanan, olahraga dan hiburan, untuk menjadi pemimpin opini, dan lebih suka
majalah di TV. Interindependen lebih mungkin untuk terlibat dalam rumah dan
kegiatan domestik-terkait dan hiburan,
termasuk memasak di rumah. Interindependen juga lebih mungkin untuk
terlibat dalam kegiatan sosial yang bergulir di sekitar keluarga dan
masyarakat.
Individu
dan rumah tangga keduanya memiliki gaya hidup. Meskipun gaya hidup rumah tangga
sebagian ditentukan oleh gaya hidup individu anggota rumah tangga, sebaliknya
juga benar.
Individu
yang menginginkan gaya hidup
mempengaruhi kebutuhan dan keinginan mereka dan
pembelian mereka sera perilaku penggunaan. Gaya hidup yang diinginkan
banyak menentukan konsumsi orang terhadap suatu keputusan, yang pada gilirannya
memperkuat atau mengubah gaya hidup orang itu.
Pemasar
dapat menggunakan gaya hidup untuk segmen dan target pasar tertentu. Sebagai
Gambaran perusahaan seperti embun gunung dan gitar fender menargetkan promosi
mereka dan merek terhadap gaya hidup penggemar olahraga ekstrim. Bir merek
seperti Heineken dan Amstel juga akan melihat kelompok ini sebagai segment yang
sangat menarik karena mereka 100 persen lebih mungkin dibandingkan rata-rata
konsumen untuk minum bir impor.
Lifestyle
and the consumption process
Measurement
of lifestyle
SISTEM VALS
VALS
(Value, Attitude, and Lifestyle/ Nilai, Sikap dan Gaya Hidup”) merupakan sebuah
metode segmentasi pasar yang bersifat psychographic. Diciptakan pada tahun 1970
untuk menerangkan dan memprediksi nilai dan gaya hidup serta konsumsi masyarakat
Amerika Serikat. Untuk selanjutnya, VALS juga dapat dengan mudah diterapkan
untuk memprediksi kelakuan serta gaya membeli dari pelaku bisnis dan konsumen.
Menurut VALS Framework, kelompok-kelompok konsumen dibagi di segi empat dan
mempunyai dua dimensi.
Segmentasi
pengukuran berdasarkan gaya hidup dan nilai biasa digunakan oleh system VALS
yang merupakan akronim dari “values and lifestyle”. Sistem VALS ini adalah
pendekatan yang umum digunakan untuk penelitian tentang gaya hidup dalm
menentukan segmentasi pasar. VALS dikembangkan oleh Arnold Mitchell dari SRI
(Stanford Research Institute) Consulting Business Intelligence (sekarang SBI
(Strategic Business Insights)). Mereka telah mengembangkan dua bentuk program
VALS, yaitu VALS 1 (atau VALS) dan VALS 2.
VALS
1 dikembangkan berdasarkan teori motivasi dan teori perkembangan psikologis,
terutama berdasarkan teori hierarchy-of-needs Maslow. VALS memandang konsumen
sebagai sesuatu yang bergerak melalui tahapan – tahapan yang disebut double
hierarchy. Double hierarchy ini membagi empat kategori besar, yaitu:
- 1. kelompok need-driven
- 2. kelompok outer-directed
- 3. kelompok inner-directed
- 4. kelompok integrated
VALS
2 terbagi menjadi dua dimensi. Dimensi pertama, konsumen dibagi berdasarkan
tiga motivasi utama (primary motivation), yaitu:
1. Motivasi
ideal (ideals motivation). Konsumen memilih berdasarkan pengetahuan, keyakinan
dan prinsip yang anutnya, bukan atas perasaan atau keinginan untuk diakui
secara sosial. Konsumen yang termasuk ke dalam motivasi ini merupakan konsumen
yang membeli secara fungsi dan keandalan. Kelompok yang masuk ke dalam motivasi
ideal ini adalah kelompok Thinkers dan kelompok Believers.
2. Motivasi
penghargaan (achievement motivation). Konsumen dalam motivasi ini selalu
berjuang untuk posisi sosial yang jelas dan sangat dipengaruhi oleh tindakan,
persetujuan dan opini dari yang lain. Konsumen pada kelompok ini membeli simbol
status sosial. Mereka mencari produk dan jasa yang menunjukkan keberhasilan
kepada kelompoknya. Kelompok Achievers dan kelompok Strivers adalah termasuk
dalam motivasi penghargaan.
3. Motivasi
ekspresi diri (self-expression motivation). Kelompok ini merupakan kelompok
konsumen yang berorientasi pada tindakan (action-oriented). Konsumen ini
berjuang untuk mengekspresikan individualitas mereka melalui pilihan – pilihan
mereka. Konsumen - konsumen ini membeli pengalaman. Mereka juga meinginkan
aktivitas sosial atau fisik, menyukai keberagaman dan pengambil resiko. Kategori
motivasi ekspresi diri terdiri dari kelompok Experiencers dan kelompok Makers.
Ketiga
motivasi diri ini masing – masing merepresentasikan sikap, gaya hidup dan gaya
pengambilan keputusan yang berbeda – beda.
Dimensi
kedua berdasarkan sumber daya (resources) dan inovasi (innovation), yang
menunjukkan kemampuan konsumen untuk meraih orientasi diri mereka yang dominan.
Sumber daya dan inovasi (dari tertinggi hingga terendah) mengacu pada lingkup
psikologis, fisik, demografik serta kapasitas dan kekayaan materi yang dapat
dimanfaatkan, termasuk pendidikan, pendapatan, kepercayaan diri, kesehatan,
semangat membeli, tingkat energi, serta kecenderungan atau hasrat konsumen
mencoba produk baru.
Diagram
VALS
Pada diagram menunjukkan rangkaian pembagian sumber
daya dan inovasi; sumber daya tinggi – inovasi tinggi (high resources - high
innovation) di posisi paling atas, dan sumber daya rendah – inovasi rendah (low
resources – low innovation) di posisi paling bawah diagram. Kelompok Innovators
memiliki paling banyak sumber daya dan inovasi, sedangkan kelompok Survivors
memiliki sumber daya dan inovasi yang paling rendah.
Kategori kelompok VALS yang terbagi
ke dalam 8 bagian kelompok :
- 1. Innovators. Setiap orang yang termasuk dalam kelompok ini merupakan orang yang sukses, canggih, aktif, memimpin orang lain dengan kepercayaan diri tinggi dan sumber daya melimpah. Seorang innovator termotivasi dari cita-cita, penghargaan dan ekspresi diri. Citra menjadi penting bagi seorang innovator, sebagai bentuk ekspresi dari cita rasa, kebebasan dan karakter. Kepemilikan dan kesenangannya menunjukkan cita rasa yang tinggi. Mereka berada diantara yang mapan dan menjadi pemimpin dalam bisnis dan pemerintahan untuk terus berkembang dan mencari tantangan baru. Mereka juga pemimpin perubahan dan yang cepat memahami adanya produk, ide dan teknologi baru.
- 2. Thinkers. Konsumen motivasi ideal, memiliki sumber daya tinggi. Thinkers bersifat dewasa, merasa puas, merasa nyaman, orang yang reflektif yang menghargai perintah, pengetahuan dan tanggung jawab. Mereka cenderung memiliki tingkat pendidikan yang tinggi dan secara aktif mencari informasi dalam proses pembuat keputusan. Mereka menyukai produk yang tahan lama, memiliki fungsi dan nilai. Mereka jenis konsumen yang praktis dan berdasarkan rasional. Selalu mendapatkan dan mengikuti informasi dengan baik untuk memperluas pengetahuannya, serta cenderung menghabiskan waktu luang di rumah, dan selalu terbuka akan ide baru dan perubahan sosial.
- 3. Believers. Konsumen motivasi ideal, namun memiliki sumber daya rendah. Konsumen ini adalah orang yang konservatif, konvensional dengan memegang keyakinan dan kepercayaan atas dasar kode – kode tradisional dan sudah didirikan, seperti keluarga, gereja, komunitas dan Negara. Maka itu, mereka lamban untuk berubah dan menolak teknologi. Sebagai konsumen, mereka konservatif, mudah ditebak, sangat loyal terhadap suatu produk. Mereka memilih produk - produk dan merek yang dikenal atau yang sudah lazim mereka ketahui.
- 4. Achievers. Konsumen motivasi atas penghargaan, sumber daya tinggi. Seorang achiever memiliki gaya hidup berorientasi pada tujuan yang mengacu pada keluarga dan karir. Termasuk orang yang sukses dalam karir dan berorientasi pada pekerjaan yang sering kali merasa dirinyalah yang mengkontrol hidupnya. Mereka menghargai kesepakatan, prediktabilitas dan stabilitas atas resiko, keintiman dan penemuan diri. Mereka menjalani kehidupan yang konvensional, cenderung menjadi kolot secara politis, serta menghargai kekuasaan dan status quo. Citra menjadi penting bagi mereka; mereka menyukai kemapanan, produk maupun jasa prestise dan premium untuk menunjukkan sukses di antara kelompoknya. Produk dan jasa yang berkaitan dengan kenyamanan dan hemat waktu menjadi minat mereka sebagai perwujudan kebutuhan gaya hidup mereka yang sibuk.
- 5. Strivers. Konsumen motivasi atas penghargaan, sumber daya rendah. Mereka adalah orang yang trendi dan menyenangkan. Mereka berpenghasilan rendah, pendidikan terbatas dan cenderung memiliki minat yang terbatas. Mereka menyukai produk yang penuh gaya untuk menandingi atau meniru pembelian orang – orang yang memiliki kekayan materi lebih besar. Uang berarti sukses bagi mereka. Strivers memiliki kepercayaan diri yang rendah dibanding achievers.
- 6. Experiencers. Konsumen motivasi ekspresi diri, sumber daya tinggi. Termasuk orang yang muda, penting, antusias, impulsive dan pemberontak. Mereka mencari keragaman dan kegembiraan, menikmati hal baru, aneh dan penuh resiko. Berada dalam proses perumusan nilai kehidupan, experiencers cepat menjadi antusias terhadap kemungkinan – kemungkinan baru, tetapi juga cepat merasa bosan. Saat berada di tahap ini, mereka berlaku netral secara politis, tidak mengetahui, dan bersikap bertentangan dengan yang diyakininya. Tenaga yang dikeluarkan cocok untuk aktivitas berlatih, berolahraga, kegiatan luar ruangan dan aktivitas social. Mereka merupakan konsumen yang bersemangat dan menghabiskan pendapatannya untuk baju, makanan cepat saji, musik, film, video dan teknologi.
- 7. Makers. Konsumen motivasi ekspresi diri, sumber daya rendah. Merupakan orang yang praktis yang memiliki kemampuan membangun dan menghargai kemandirian diri. Mereka memilih aktivitas konstruktif menggunakan tangan dan menghabiskan waktu luangnya dengan keluarga dan teman dekat mereka. Fokus terhadap hal - hal yang sudah dikenal, seperti keluarga, pekerjaan dan kesenangan fisik, serta memiliki minat rendah terhadap dunia luas. Mereka konservatif secara politis, mencurigai ide baru, menghargai kekuasaan pemerintah, tetapi terkadang sebal terhadap campur tangan pemerintah atas hak individu. Mereka lebih memilih nilai daripada kemewahan, maka mereka membeli produk - produk pokok, dan menghargai produk praktis dan fungsional.
- 8. Survivors. Konsumen yang termasuk dalam kelompok ini hidup dalam pendapatan yang terbatas tetapi relatif puas. Kebanyakan usia tua dan sangat memerhatikan kesehatan, keamanan mereka serta untuk berada di keluarga mereka, juga tidak aktif di pasar. Survivors tidak menunjukkan motivasi utamanya dan terkadang merasa tidak berdaya. Mereka cenderung loyal terhadap brand dan membeli barang potongan harga.
GEO-LIFESTYLE
ANALYSIS (PRIZM)
Orang
dengan budaya yang sama, berarti latar belakang dan perspektif secara alami
tertarik terhadap satu sama lain. Mereka memilih untuk hidup di antara
rekan-rekan mereka di lingkungan yang menawarkan keuntungan yang terjangkau dan
gaya hidup yang kompatibel.
Setelah
menetap, orang akan alami meniru
tetangga mereka. Mereka mengadopsi nilai-nilai sosial yang sama, selera dan
harapan. Mereka menunjukkan berbagi pola perilaku konsumen terhadap produk,
jasa, media dan promosi.
Kelompok
Sosial
dan Tahap
Hidup
PRIZM
Ada empat kelompok sosial yang utama:
- Urban,
kota-kota besar dengan kepadatan populasi yang tinggi 10
- Pinggiran
kota, area-area ”pinggir kota” yang cukup padat di sekitar area
metropolitan
- Kota
kedua, kota-kota yang populasinya tidak terlalu padat atau kota satelit
untuk kota-kota metropolitan
- Kota
kecil & damai, kota kecil dan komunitas pedesaan dengan kepadatan
rendah.
Ada tiga kelompok tahap hidup yang utama:
- Tahun
muda, bujangan dan pasangan di bawah 45 tahun tanpa anak
- Kehidupan
keluarga, keluarga berusia menengah (25-54) yang memiliki anak Penggunaan
karakteristik gaya hidup dalam strategi pemasaran
- Tahun
dewas, bujangan dan pasangan berusia lebih dari 45 tahun
Penerapan
PRIZM
dalam Strategi
Pemasaran
Menggunakan
PRIZM untuk mengidentifikasi pasar dan konsumen utamanya, serta
mengidentifikasi kesempatan pertumbuhan di masa mendatang.
Misalnya
Kasino , dengan mengidentifikasi segmen yang memiliki kesempatan tinggi, kasino
ini mengatur ulang dan memfokuskan kembali usaha-usaha pemasarannya untuk
membidik kelompok-kelompok tersebut sambil tetap setia pada konsumen intinya
INTERNATIONAL LIFESTYLES
Jika ada segmen gaya hidup yang berbeda antara
kebudayaan, maka para pemasar dapat mengembangkan strategi antar budaya. Tujuan
mereka adalah skema segmentasi global yang berdasarkan pada nilai-nilai inti.
Penggunaan
karakteristik gaya hidup dalam strategi pemasaran
- 1. Pemasar dapat menggunakan gaya hidup konsumen untuk melakukan segmentasi pasar sasaran
- 2. Pemahaman gaya hidup konsumen juga membantu dalam memposisikan produk di pasar dengan menggunakan iklan
- 3. Jika gaya hidup telah diketahui, maka pemasar dapat menempatkan iklan produknya pada media-media yang cocok
- 4. Dengan mengetahui gaya hidup konsumen berarti pemasar bisa mengembangkan produk sesuai dengan gaya hidup mereka
-------------------------------------
-------------------------------------
DAFTAR PUSTAKA
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ved=0ahUKEwjXsMDztYLQAhVBqI8KHW7UD2AQFggfMAA&url=http%3A%2F%2Focw.usu.ac.id%2Fcourse%2Fdownload%2F1270000061-perilaku-konsumen%2Fplk_172_slide_konsep_diri_dan_gaya_hidup.pdf&usg=AFQjCNGKraKG-kUaEktZS3Zf7HgpDsVlTQ&sig2=PHxoDhju3qipu2R9qB-HcA&cad=rja
Pas sekali, sangat bagus makasih infonya.... yuk mari > universitas psikologi langsung aja....
BalasHapusMampir ya: Konsep Diri yang Baik dalam Psikologi